M A K A L A H
Tim Penyusun:
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Di antara tujuan tim penyusun adalah untuk memberikan informasi mengenai Metodologi Memahami Islam 1. Dasar penulisan dilakukan untuk memenuhi tugas makalah Pengantar Studi Islam.
Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih kepada:
- Bapak Drs. Sutikno, selaku Dosen Pengantar Filsafat
- Semua pihak yang ikut terlibat
Akhirnya, tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu tim penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2
A. Ulumul al-Qur'an ............................................................................. 2
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur'an ....................................... 2
2. Macam-Macam Metode ............................................................ 2
B. Ulumul al-Hadits ............................................................................. 3
1. Pengertian Hadits ...................................................................... 3
2. Sebab Hadits Dinamakan Hadits .............................................. 4
3. Sistem Ulama-Ulama Hadits ..................................................... 4
4. Langkah-Langkah Untuk Memelihara Hadits .......................... 5
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam) ....................................... 5
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam ........................................... 6
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 10
Daftar Pustaka .................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengapa suatu metode dapat digunakan dalam berbagai obyek? Pertanyaan in muncul seiring dengan pemikiran dan penalaran akal manusia, atau yang menyangkut dengan pekerjaan fisik. Bagi seorang muslim, studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik guna untuk mencapai suatu pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan oleh Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, kita dapat membedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tasawuf?
2. Bagaimana metodologi filsafat dan teologi (kalam)?
C. Tujuan Penulisan
Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang ingin dicapai, demikian juga yang dilakukan penulis dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan penulisan membuat makalah ini adalah bertujuan untuk:
1. Menjelaskan tentang ulumul tafsir dan Hadits.
2. Agar dapat mengetahui apa metodologi filsafat dan teologi (kalam) itu sendiri.
3. Menyebutkan pengertian tentang tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodologi Ulumul Qur’an
1. Pengertian Metode Ulumul al-Qur’an
Pengertian “metode” yang umum itu dapat digunakan pada berbagai obyek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau yang menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini, maka studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode penafsiran al-Qur'an. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah itu, yakni metode tafsir, cara-cara menafsirkan al-Qur'an. Sementara metodologi tafsir ilmu tentang cara tersebut.
Jadi, metode tafsir merupakan kerangka atau kaedah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, sedangkan metodologi tafsir pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran al-Qur'an.
2. Macam-Macam Metode
a. Metode Komparatif
Metode komparatif ialah membandingkan teks ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama, atau diduga sama dan membandingkan ayat al-Qur'an dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentangan juga membandingkan berbagai pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an.
Jadi ada tiga aspek yang dibahas di dalam metode komparatif, yaitu: 1) Perbandingan ayat dengan ayat; 2) Perbandingan ayat dengan Hadits; dan 3) Perbandingan berbagai pendapat musafir.
b. Metode Global
Metode global ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup di dalam bahasa yang jelas dari populer mudah dimengerti dan enak dibaca.
Kitab-kitab tafsir yang menuruti metode global seperti yang disebutkan di atas, juga berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an secara keseluruhan dari awal sampai dengan surat terakhir.
c. Metode Analitis
Yang dimaksud dengan metode analitis ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya. Sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam tafsir ini ditekankan ialah perbandingan, yakni memperbandingkan antara ayat dengan Hadits, atau antara berbagai pendpat mufasir dalam menafsirkan suatu ayat al-Qur'an.
d. Metode Tematik
Metode tematik ialah membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tematik membahas cara-cara yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an sebagai dasar tempat berpijak.
B. Metode Ulumul Hadits
1. Pengertian Hadits
Hadits ialah pembicaraan-pembicaraan yang diriwayatkan oleh orang seorang, atau 2 orang lalu mereka saja yang mengetahuinya, tadi menjadi pegangan/amalan umum. Sedangkan makna Hadits ialah khamar. Allah pun memakai kata Hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya.
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ {الطور: 34}
“Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar” (QS. Ath-Thur [52]: 34)
Sebagai ulama seperti ath Thiby berpendapat bahwa Hadits itu melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau, melengkapi perkataan perbuatan dan taqrir shahabat. Sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan dan taqrir tabrin. Dengan demikian terbagilah Hadits kepada 9 bagian pendapat ini diterangkan oleh al-Hafidh di dalam an-Nakhbah. Maka suatu Hadits yang sampai kepada Nabi, dinamai marfuk, yang sampai kepada shahabat dinamai mauquf dan yang sampai kepada tabi’in saja dinamai maqthu.
2. Sebab-Sebab Hadits Dinamai Hadits
Menurut pendapat az-Zumakhsyary, karena dikala meriwayatkan Hadits berkata “haddtsaniannan nabiya qala”, dia menceritakan kepadaku bahwa Nabi bersabda”.
Menurut pendapat al-Kirmany, karena dilihat kepada kebaharuan dan karena kedudukannya di hadapan al-Qur'an. Al-Qur'an itu qadim, azaly, sedang Hadits ini baharu.
Dinamakan kalimat-kalimat dan ibarat-ibarat ini dengan Hadits adalah karena kalimat-kalimat itu tersusun dari huruf yang datang beriringan.
Tiap-tiap huruf itu timbul (terjadi) sesudah terjadi yang sebelumnya dan karena mendengar Hadits itu menumbuhkan di dalam hati berbagai ilmu dan makna.
Al-Kamal Ibnu Human berkata, “Sunnah ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi, baik perbuatan ataupun perkataan, sedangkan Hadits hanyalah perkataan saja.
3. Sistem Ulama-Ulama Membukukan Hadits
4. Langkah-Langkah Yang Diambil Untuk Memelihara Hadits
Telah dijelaskan bahwa di samping para ulama membukukan Hadits dan memisahkan Hadits dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in atau memisahkan yang sahih dari yang dhaif, beliau-beliau itu memberikan pula kesungguhannya yang mengagumkan untuk menyusun kaidah-kaidah tahdits, ushul-ushulnya, syarat-syarat shahih dan dlaif, serta kaida-kaidah yang dipegangi dalam menetukan Hadits-Hadits Maudlu’.
Semua itu mereka lakukan untuk memelihara sunah rasul dan untuk menetapkan garis pemisah antara yang shahih dengan yang dla’if, istimewa antara Hadits-Hadits yang ada asalnya dengan Hadits-Hadits yang semata-mata maudlu’.
Maka langkah-langkah yang telah diambil para ulama dalam usaha mengkritik jalan-jalan menerima Hadits, sehingga dapatlah mereka melepaskan sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala lumpur yang mengotorinya; ialah mengisnadkan Hadits, memeriksa benar tidaknya Hadits yang diterima kepada para ahli, mengeritik para perawi, membuat ketentuan-ketentuan umum untuk menentukan derajat-derajat Hadits, menyusun kaida-kaidah untuk menentukan kaidah-kaidah maudlu’.
C. Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam)
Metodologi filsafat dan teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional dan struktural. Secara fungsional, filsafat tidak bertujuan mempertegas keberadaan Tuhan, tetapi memandang Tuhan sebagai konsekuensi logis dari keberadaan alam semesta. Sedangkan teologi berfungsi untuk mempertegas keberadaan Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya.
Secara struktural metode filsafat berbeda dengan teologi struktur metodologi filsafat dibangun atas dasar keraguan dan penyelidikan, kemudian diabstraksikan untuk mendapatkan kebenaran yang final. Sedangkan teologi memposisikan Tuhan sebagai Dzat yang mutlak benar, kemudian dicairkan argumen-argumen rasional untuk mendukung kebenaran tersebut.
Perbedaan yang terperinci antara filsafat dengan teologi adalah sebagai berikut:
1. Metodologi filsafat meletakkan Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya, sedangkan teologi memandang Tuhan sebagai titik awal pembahasannya.
2. Metodologi filsafat memahami Tuhan sebagai penyebab pertama dalam semesta, penyebab pertama semua kesempurnaan yang ditemukan di dunia. Sedangkan teologi mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh misteri-Nya berdasarkan wahyu.
3. Metodologi mendasari premisnya atas induksi/akal, sedangkan teologi langsung dari wahyu.
Di samping perbedaan-perbedaan di atas, metodologi filsafat dan teologi juga memiliki persamaan antara lain adalah:
2. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama tidak pernah tuntas membahas eksistensi Tuhan.
3. Obyek pembahasan metodologi filsafat dan teologi sama, yaitu tentang eksistensi Tuhan sebagai Dzat yang sempurna dan abadi.
4. Metodologi filsafat dan teologi sama-sama memberikan argumen yang rasional mengenai Tuhan.
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam
1. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahlal suffah), (orang yang pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol).
Dari segi linguistic (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada 3 sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Jika definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia. Sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniyah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
2. Sumber Tasawuf
a. Unsur Islam
Secara ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an, dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Misalnya al-Sunnah banyak berbicara tentang kehidupan rohaniyah. Berikut ini terdapat teks Hadits yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
كُنْتُ مَنْزًا مُخْفِيًّا فَلَحْبَيْتُ اَنْ اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِى عَرَ فُوْنِيْ
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita ini adalah merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Tuhan ingin mengenal dirinya melalui penciptaan alam ini. Dengan demikian dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan untuk mengenal-Nya. Dan apa yang ada di alam raya ini pada akhirnya akan kembali kepada Tuhan.
b. Unsur Luar Islam
1) Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara pendekatan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah, unsur-unsur tasawuf yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan Injil juga disampaikan kepada orang fakir, Isa berkata: “Beruntunglah kamu orang-orang miskin, karena bagi kamulah kerjaan Allah. Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang”. Selanjutnya adalah sikap tawakkal kepada Allah dalam soal penghidupan.
2) Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruhi filsafat Yunani ini, maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
3) Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama, yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri mengingat yang dipraktekkan Nabi dan para sahabat. Semuanya berlandasan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah. Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah tasawuf itu, berkembang menjadi pemikiran mendapat pengaruh dari filsafat Yunani , Persia , dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Memahami metodologi Islam sangat penting di dalam memahaminya terdapat metode yang menjelaskan tentang metodologi Ulumul al-Qur'an, Ulumul Hadits. Metodologi filsafat dan teologi (kalam) serta metodologi tasawuf dan mistis Islam.
Metodologi al-Qur'an terdapat beberapa metode di antaranya yaitu:
1. Metode komparatif
2. Metode global
3. Metode analistis
4. Metode tematik
Sedangkan metodologi Ulumul Hadits juga terdapat cara-cara yang digunakan untuk memelihara Hadits. Kalau-kalau metodologi filsafat dan teologi-teologi dapat ditinjau dari aspek fungsional dan struktural. Juga metodologi tasawuf dan mistis Islam memiliki cara-cara. Adapun pengertian tasawuf sendiri, yaitu upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan drinya dari pengaruh kehidupan, sedangkan sumber-sumber. Tasawuf ada 2 unsur yaitu unsur Islam dan unsur luar Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, Cet. 2, 1999.
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf.
Baida Nashruddin, Metode Penafsiran al-Qur'an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar