Oleh : Rahmat Dahlan, SEI., M.Si
PENDAHULUAN
Investasi adalah merupakan bagian penting dalam perekonomian. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. Investasi berbeda dengan membungakan uang, karena membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.[1] Investasi dalam ekonomi Islam amat berbeda dengan investasi ekonomi non muslim, perbedaan ini terjadi terutama karena pengusaha Islam tidak menggunakan tingkat bunga dalam menghitung investasi. Dimana harta atau uang dinilai oleh Allah sebagai Qiyaman[2] yaitu sarana pokok kehidupan sesuai dengan Firman Allah
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya , harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Karena itu pula harta atau modal tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri, tetapi harus dengan usaha manusia. Ini salah satu sebab mengapa membungakan uang dalam bentuk riba dilarang oleh al-Qur’an. Salah satu hikmah pelarangan riba, serta pengenaan zakat adalah untuk mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana serta sekaligus mengurangi spekulasi serta penimbunan. Dalam konteks ini Al-Qur’an mengingatkan :[3]
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(Qs At-taubah : 34)
Dalam sistem penghimpunan dana bank syariah, prinsip investasi merupakan satu variabel dari berbagai prinsip lain seperti prinsip modal dan titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah yang tujuannya adalah kerja sama antara pemilik dana dan pengelola dana. Seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya yaitu : 1. memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash), 2. memegang tabungannya dalam bentuk asset tanpa berproduksi seperti deposito bank, pinjaman, real estate, permata atau 3. menginvestasikan tabungannya (seperti memiliki proyek-proyek yang menambah persediaan kapital nasional).[4]
AYAT YANG BERKAITAN DENGAN INVESTASI
Menabung adalah tindakan yang dianjurkan dalam Islam. Karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Investasi[5] merupakan salah satu cara yang tepat untuk dilakukan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat ayat yang secara tidak langsung telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik. Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan sandaran dalam berinvestasi, antara lain :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat diatas memerintahkan kepada kita agar tidak meninggalkan dzurriat dhi’afa (keturunan yang lemah) baik moril maupun materil. Seolah ingin memberikan anjuran agar selalu memperhatikan kesejahteraan (dalam hal ini secara ekonomi) yang baik dan tidak meninggalkan kesusahan secara ekonomi, nampaknya Al-Qur’an telah jauh hari mengajak umatnya untuk selalu memperhatikan kesejahteraan yang salah satu caranya adalah dengan berinvestasi.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kata waltandzur nafsun maa qaddamat lighad dapat pula diartikan bukan saja memperhatikan kehidupan akhirat namun memperhatikan kehidupan dunia karena kata ghad bisa berarti besok pagi, lusa atau waktu yang akan datang. Investasi akhirat dan dunia nampaknya menjadi suatu hal yang wajib bagi orang yang beriman kepada Allah dengan selalu Taqwa kepada-Nya.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.[6]
Ayat diatas dapat merupakan contoh kongkrit dari kita berinvestasi yang dimuai dengan habatin wahidatin (sebutir benih) menjadi tujuh bulir dan akhirnya menjadi tujuh ratus biji. Nampaknya Al-qur’an telah memeberikan panduan investasi (walaupun dalam hal ini adalah infaq, yang berdimensi ukhrawi), namun bila banyak orang yang melakukan infaq maka akan menolong ratusan bahkan ribuan orang yang miskin untuk dapat berproduktifitas ke arah yang lebih baik. Nampaknya multiplier effect dari infaq bukan hanya berpengaruh pada akhirat saja namun juga mempengaruhi dimensi dunyawiyah.
Raja Berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya Aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi.. Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu."
46. (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, Hai orang yang amat dipercaya, Terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar Aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya."
47. Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
48. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.
49. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."
Tafsir Surat Yusuf
Berapa lama persis Yusuf dalam tahanan, tidak diketahui dengan pasti. Namun demikian, kita dapat berkata bahwa masa tahanannya tidak lebih dari tiga tahun. Pada masa penahanan itu , penguasa tunggal Mesir yang digelar Raja oleh ayat itu bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina lain yang kurus –kurus. Penggunaan kata malik/raja disini untuk mengisyaratkan bahwa kepala Negara Mesir ketika masa Nabi Yusuf as. itu tidak berlaku sewenang-wenang. Antara lain terbukti dengan upayanya melakukan penyelidikan atas kasus Yusuf, memberi kebebasan beragama kepada yang berlainan agama, bahkan mengangkat Yusuf sebagai menteri.[7]
Raja telah bermimpi, yang didalam mimpinya tersebut terdapat tujuh sapi gemuk dan kurus, gemuk adalah lambang kesuburan dan kurus lambang dari kurang makan. raja menjadi murung karena ganjilnya mimpi tersebut[8]. Menurut sebagian Ulama Raja hanya bermimpi sekali, tetapi karena sulit dan kacaunya mimpi itu maka mereka menunjukanya dengan bentuk jamak adghats ahlam. Pendapat lain menyebutkan bahwa dia bermimpi lebih dari sekali., yakni setiap dia terbangun dan tidur lagi memimpikan sesuatu yang berebda. Mimpi itu boleh jadi berhubungan sehingga menjadi sangat sukar ditakwilkan. Dalam perjanjian Lama ditegaskan bahwa Raja bermimpi dua kali, seklai memimpikan sapi dan di kali lain satu tangkai[9] Tetapi tak seorangpun yang sanggup menta’birkan mimpi tsb sampai ada seorang pelayan istana yang selamat dari hukum mati menganjurkan kepada Raja untuk menta’birkan mimpi raja pada seorang teman sepenjara yang pandai menta’bir mimpi, Yusuf namanya.
Pada ayat 47 diterangkan bahwa yusuf menerangkan bahwa ”mimpi memerintahkan kamu wahai masyarakat Mesir agar kamu terus menerus bercocok tanam selama tujuh tahun sebagaimana biasa kamu bercocok tanam dengan memperhatikan keadaan cuaca, jenis tanaman yang ditanam, pengairan dsb. Maka apa yang kamu tuai dari hasil panen itu hendaklah kaum biarkan dibulirnya agar tetap segar dan tidak rusak untuk disimpan sebagai persiapan menghadapi paceklik setelah ini selama tujuh tahun berturut-turut.”[10]
Nampak jelas bahwa menyimpan bulir agar selalu segar dan sebagai persiapan adalah merupakan salah satu motif ekonomi (kususnya motif penggunaan uang yaitu precautionary/berjaga-jaga). Kata mempersiapkan untuk esok agar tidak kekurangan pada masa paceklik juga merupakan suatu prinsip dalam investasi yaitu agar harta itu tidak habis dimakan pada saat itu juga (habis terpakai). Surat Yusuf ini menggambarkan sebuah iklim investasi yang dilakukan oleh sebuah negara yang selalu memperhatikan kesejahteraan pada hari yang akan datang. Persiapan menuju hari esok yang tidak jelas akan terjadinya dan tidak diketahui secara pasti mengisyaratkan kepada semua negara atau perorangan untuk siap menghadapi sesuatu yang sulit, dalam hal ini investasi menjadi sebuah keniscayan.
Pada pangkal ayat 48 Yusuf menambahkan bahwa sesudah tujuh tahun yang cukup hujan, tanah subur laksana sapi yang gemuk tujuh ekor, sehingga menghasilkan tangkai-tangkai yang hijau. Hujan sudah kurang dihulu, sebab itu banjir sungai Nil kurang melimpah dan kemarau terlalu panjang, sehingga kurusnya tanah dari rumput-rumput yang menhghijau. Dia akan memakan apa yang kamu sediakan baginya. Dia, yaitu tujuh tahun yang kering gersang dan kemarau itu sehingga hasil gandum mewnjadi susut sama sekali, malahan hangus sebelum berbuah, pada waktu itu tahun kemarau yang tujuh akan mamakan persediaan dari limpahan makan kamu dari hasil tujuh tahun yang subur itu. Itu sebvabnya aku suruhkan kamu menyediakan hasil tujuh tahun yang subur itu, untuk persediaan di musim kemarau paceklik yang tujuh tahun lamanya. Itu sebabnya aku anjurkan supaya buah yang dipisahkan dari tangkainya hanya sekedar yang dimakan saja. Yang lain tinggalkan lekat pada tangkainya, supaya dia tahan lama.
Memperhatikan jawaban Yusuf ini, agaknya kita dapat berkata bahwa beliau mamahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian. Boleh jadi karena sapi digunakan untuk membajak, kegemukan sapi adalah lambang kesuburan sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum adalah lambang pangan yang tersedia. Pada ayat 49 dijelaskan bahwa sesudah lepas tujuh tahun yang kemarau itu, barulah datng setahun dibelakangnya hujan akamn menyirami bumi kembali, sampai bumi yang telah seumpama mati itu \hidup kembali, tanahpun subur, tanaman menghijau dan dari gandum yang limpah di tahun kelima belas itu. Kata yughats apabila dipahami dari kata ghaits/hujan. Dan jika ia berasal dari kata ghauts/pertolongan maka ia berarti perolehan manfaat (return), dari kata inilah lahir kata istighatsah. Mimpi Raja ini adalah merupakan anugerah Allah SWT kepada masyarakat Mesir ketika itu. boleh jadi karena Rajanya yang berlaku adil walau tidak mempercayai keesaan Allah. Keadilan utu menghasilkan kesejahteraan lahiriah buat mereka
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.[11]
Ayat ini adalah bentuk pertanyaan (dimulai dengan kata ayawaddu) yang menyindir kita manusia yang suka berfoya-foya dan bermegah-megahan tanpa memikirkan anak keturunan di masa yang akan datang. Pada ayat diatas juga menggambarkan harapan dari sebuah masa depan yang penuh dengan kenikmatan dan kesjahteraan, diumpamakan dalam al-qur’an sebagai kebun segalam macam buah-buahan (min kulli tsamaraat). Namun kenikmatannya itu tidak dapat dinikmati oleh anak keturunannya yang masih kecil-kecil (dapat diartikan tanpa adanya prinsip menabung dan berinvestasi untuk anak keturunannya), maka kebun itu akan cepat habis tertiup angin dan terbakar laksana hutan kita di Kalimantan dan beberapa daerah di Indonesia, Emas dan hasil alam yang makin menipis menyebabkan tidak adanya persiapan untuk anak cucu kita.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XI, Pustaka Panjimas, 1999
Metwally, M.M. , Teori dan Model Ekonomi Islam, Bangkit Daya Insana, 1995
Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek Jakarta : Gema Insani , 2001
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an :Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat , Mizan, 1996
________________, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, 2002
Surin, Bachtiar, Az-zikra Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an dalam huruf Arab dan Latin, Angkasa Bandung, 2002
[1] Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani , 2001), Cet. ke-1 h.150
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an :Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat , (Mizan, 1996), Cet. ke-2, h.403
[3] Ibid., h.406-407
[4] M.M. Mertwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Bangkit Daya Insana, 1995), Cet. ke-1, 70-71
[5] Dalam berinvestasi mengenal yang namanya harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar. Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinnvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.
[6] Bachtiar Surin, Az-zikra Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an dalam huruf Arab dan Latin, (Angkasa Bandung, 2002), Juz 1
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Lentera Hati, 2002), Cet. ke-1, Volume 6, h.453-454
[8] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XI, (Pustaka Panjimas, 1999), h.239
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, op[.cit. h.455
[10] Ibid., h.458-459
[11] inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya Karena riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar