Rabu, 24 November 2010

Introduksi Tafsir Al Qur"an (1)


         Seorang manusia tatkala mendapatkan perintah untuk menjalankan suatu kitab atau undang-undang maka ia pasti membutuhkan penjelasan dan penafsiran isi kitab atau undang-undang tersebut. Begitu pula Al- Quran, maka ia lebih membutuhkan penafsiran yang akurat dan diterima sebelum ia menjalankannya. Ketika Penulis sedang berdiskusi tentang manhaj salaf dengan teman-teman di Mojokerto (kota kelahiran Penulis), sebagian teman meminta Penulis untuk menjelaskan tentang pengertian tafsir. Maka dengan kekuatan dari Allah dan pujian kepada-Nya Penulis memberanikan diri untuk menulis makalah ini dengan segala kekurangannya.
       I.   Definisi Tafsir
Secara lughah (bahasa), tafsir  berasal dari kata ‘fassara-yufassiru’ yang berarti menjelaskan atau menerangkan.[1]
Secara istilah, Al-Imam Az-Zarkasyi –sesuai yang dikutip oleh Al-Imam As-Suyuthi- menyatakan: “Tafsir adalah ilmu untuk memahami Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, menjelaskan makna-maknanya serta menarik hukum-hukum dan hikmah-hikmah darinya.”[2]
 
II.  Metoda Tafsir yang Benar
Jalan yang paling benar dalam menafsirkan Al-Quran adalah:

Ø Tafsir ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran.
Jika terdapat  keterangan yang global dalam suatu ayat  maka keterangan tersebut diperinci dalam ayat lainnya.[3] Jika anda kesulitan maka cara berikutnya adalah

Ø Tafsir Al-Quran dengan As-Sunnah, karena As-Sunnah adalah penjelas dari Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”[4] Allah juga berfirman: “Dan Kami  tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”[5] Rasulullah Saw bersabda: “Ingatlah bahwa sesungguhnya aku diberi Al-Kitab dan yang seperinya bersamanya ( yaitu As-Sunnah).”[6] Al-Imam Asy-Syafii[7] berkata: “Setiap perkara yang diputuskan oleh Rasulullah Saw adalah termasuk dari perkara yang beliau fahami dari Al-Quran.”[8]  Jika tidak dijumpai tafsir dari as-sunnah maka berikutnya adalah  ....
 


[1] Al-Mishbahul Munir: 180
[2] Al-Itqan fi Ulumil Quran: 2/174
[3] Al-Itqan: 2/175 dan Tafsir Ibnu Katsir: 1/3
[4] QS. An-Nahl: 44
[5] QS. An-Nahl: 64
[6] HR. Abu Dawud hadits: 4604 dari Miqdam bin Ma’dikarib Ra
[7] Beliau adalah Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafii Al-Muthallibi seorang ulama besar, pendiri madzab dan pengarang kitab Ar-Risalah, Al-Umm, dan Al-Musnad. Lahir di Gaza 150 H dan wafat di Mesir tahun 204 H
[8] Tafsir Ibnu Katsir: 1/3 dan Al-Itqan: 2/176

Ø Tafsir Al-Quran dengan keterangan para sahabat.
           Al-Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Apabila kita tidak menjumpai penafsiran dalam Al-Quran dan juga dalam as-sunnah, maka kita merujuk kepada perkataan para sahabat Ra karena mereka adalah kaum yang paling mengetahui perkara tersebut, (yang demikian) oleh karena mereka telah menyaksikan qarinah-qarinah dan keadaan -keadaan yang khusus (diketahui) oleh mereka, dan juga mereka memiliki pemaha- man yang sempurna, ilmu yang benar dan amal yang salih, apalagi ulama- ulama dan pembesar-pembesar mereka seperti imam empat (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) yang menjadi khulafaur rasyidin dan para imam yang mendapat petunjuk (dari kalangan mereka).”[1]  
Allah Ta’ala berfirman: 
Maka jika mereka beriman kepada seperti yang kalian (wahai para sahabat!) imani maka mereka benar-benar mendapatkan petunjuk. ”[2]  
Allah juga berfirman: 
     “Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti selain jalan kaum mukmin, maka Kami palingkan ia terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami jebloskan ia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.”[3]     
          Maksud dari jalan kaum mukmin dalam ayat di atas adalah jalan para sahabat sebagaimana firman Allah: “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah (yaitu kaum muhajirin) dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan pertolongan (yaitu kaum anshar), mereka itulah orang-orang mukmin yang benar.”[4] Rasulullah Saw juga telah bersabda: 
“Dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka dan satu di surga yaitu Al-Jama’ah.”[5] Dalam redaksi lain: “Yaitu golongan yang mana aku (rasulullah) dan para sahabatku berada di atasnya.”[6]
         Ketiga tafsir di atas adalah tafsir Ahlus sunnah wal jamaah atau tafsir bil ma’tsur yang diridlai oleh Allah Azza wa Jalla.
 
III.   Tafsir-tafsir sesat
Adapun selain tafsir di atas maka banyak tafsir yang telah menyimpangkan umat Islam seperti:
Tafsir Al-Quran dengan ra’yu atau pemikiran tokoh atau logika atau penalaran perorangan. Tafsir model ini adalah menyimpang. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berpendapat (menafsiri) dalam Al-Quran dengan ra’yu (pemikiran) sendiri maka hendaknya ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.”[7] Amirul Mukminin Umar ............


[1] Tafsir Ibnu Katsir: 1/3
[2] QS. Al-Baqarah: 137
[3] QS. An-Nisa’: 115
[4] QS. Al-Anfal: 74
[5] HR. At-Tirmidzi: 2640; Abu Dawud: 4596; Ibnu Majah: 3991 dan dinilai shahih oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Ibnu Taimiyah, Asy-Syathibi, Al-Iraqi dan juga dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dari kalangan ulama sekarang. Lihat Ma Ana alaihi wa Ashhabi: 9-10 dan Lamhah anil Firaqidl Dlallah: 14.
[6] HR. At-Tirmidzi: 2641 dan beliau menilainya hasan gharib oleh karena dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah yaitu Abdurrahman bin Ziyad Al-Ifriqi tetapi Syaikh Al-Albani menilainya hasan karena syahidnya. Lihat Ma Ana alaihi wa Ashhabi: 10 dan Lamhah: 14.
[7] HR. At-Tirmidzi: 4023 dalam Abwabut Tafsir, Bab Ma Ja’a filladzi Yufassirul Quran bi Ra’yih dan dinilai hasan olehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar