Rabu, 24 November 2010

ILMU KEISLAMAN Sebagai KAJIAN ILMU SOSIAL



MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam



 











Oleh :
TIM PENYUSUN




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUANAN AMPEL
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Hirobbilngalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat taufik dan Inayah-Nya kepada kita, khususnya bagi penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini diperuntukkan bagi Mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Diantara tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan data dan informasi tentang Ilmu Keislaman dan Kajian Ilmu Sosial.
Kepada Bapak Muhliin, S.Ag sebagai dosen pembimbing, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah merupakan proses akhir dari sebuah penulisan. Tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan.

Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I     PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II   PEMBAHASAN
1.      Sejarah Pertumbuhan Ilmu-ilmu Keislaman .................................... 2
2.      Islamic Studies model barat dan Orientalis .................................... 3
3.      Islam Sebagai Kajian Akademik (Islamologi)................................. 4
4.      Kajian Islam dengan pendekatan Ilmu Sosial ................................. 6
5.      Islam VS Ilmu Keislaman ............................................................... 7
6.      Konsep Ilmu dan Tradisi Islam ....................................................... 8
7.      Rekonstruksi Keilmuan dalam Islam .............................................. 9
BAB III  PENUTUP
               Kesimpulan ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN

Islam hadir dengan membawa rahmat bagi alam semesta dalam sejarah, keberhasilan Islam untuk membangun dunia sekaligus untuk mensejahterahkan manusia masih dapat diakui namun dalam sejarah pula dapat ditemukannya kegagalan untuk mensejahterahkan manusia. Pada dasarnya ilmu tentang Islam sudah sangat berkembang, bahkan sudah dimulai sejak masa sahabat dan tabi’in. studi untuk menjelaskan tentang ajaran Islam memang merupakan konotasi yang sangat membutuhkan pemahaman.
Studi tentang Islam dapat dimulai dengan telaah analitis mengenai tahiat atau karakternya. Studi jenis ini bermaksud mengurai, menerangkan, menjabarkan dan mungkin pula menjelaskan kata atau proposisi yang tidak jelas. Penulis akan menguraikan topic-topik tentang ilmu Keislaman dan kajian ilmu sosial yang berisi tulisan-tulisan yang dimaksudkan untuk mengembangkan pemikiran dalam upaya mengaktualkan berbagai masalah kehidupan yang akan penulis bahas dalam pembahasan selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Sejarah Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Keislaman
Sejarah awal kelahiran, Islam telah memberikan penghargaan begitu besar terhadap ilmu. Pandangan Islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan kelahirannya Islam itu sendiri. Ketika Rarulullah SAW menerima wahyu pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya ‘membaca’. Pada masa kejayaan umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan dinasti Umayah dan dinasti Abasyiah, ilmu Keislaman tumbuh dengan sangat pesat dan maju. Kemajuan ilmu Keislaman telah membawa Islam pada masa keemasannya. Dalam sejarah ilmu Keislaman, kita mengenal nama-nama tokoh ilmu diantaranya Al-Mansur, Harun Al-Rosyid, Ibnu Kholdun, dan lain sebagainya yang telah memberikan perhatian besar terhadap ilmu Islam. Pada masa itu proses penterjemahan karya-karya filosof Yunani ke dalam bahasa arab berjalan dengan pesat. Sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu Keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqih dan disiplin ilmu ke-Islam yang lain. Tokoh-tokoh dalam bidang tafsir, antara lain Al-Thabary dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an al-Bukhary, dengan karya yang diciptakan yaitu Al-Jami’ al-Shahih, Muslim, Ibnu Majah, dan lain sebagainya


2.      Islamic Studies Model Barat Dan Orientalis
Masa Islamic studies model barat dan orientalis dimulai bersamaan dengan munculnya Negara-negara barat kepentas dunia, setelah mengalami masa gelap (dark ages) yang cukup lama. Masa ini pula merupakan permulaan Negara-negara barat, yaitu Eropa mempunyai keinginan bertemu dengan masyarakat Islam di Negara-negara lain, yang berujung dengan penjajahan mereka terhadap Negara-negara di timur (meliputi Indian, Cina, Birma yang masyarakatnya pemeluk agama-agama Hindu, Budha atau lainnya dengan cara mengirimkan para sarjana yang mendapat sebutan dengan orientalis.
Para orientalis biasanya membagi dunia menjadi dua yaitu Barat (west atau occident) dan Timur (east atau orient). Yang berfungsi sebagai doktrin politik untuk menguasai timur yang merupakan ngara atau masyarakat yang lebih lemah dibandingkan dengan barat.
Setelah tujuan penjajahan berkurang atau bahkan sudah tidak ada, Islamic studies di barat ditempatkan pada kajian akademik, dimana pelakunya lebih merasa adanya tuntutan akademik, bukan lagi tuntutan politis dan kalau kita amati secara seksama dan menyeluruh, Islamic studies di Barat dilakukan dengan melalui salah satu dari empat pendekatan yaitu :
Pertama, menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk di dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi ilmu bahasa, dan sejarah terkadang dimasukkan ke dalam bagian social sciences.
Kedua, menggunakan pendekatan yang biasa dipakai dalam disiplin atau kajian teologi agama-agama, studi Bible dan sejarah gereja, yang berarti trainingnya Dr. Divinity schools. Oleh Karen aitu tidak aneh kalau banyak orientalis adalah juga pastur, pendeta, uskup atau setidaknya missionaries.
Ketiga, menggunakan metode ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik dan psikologi (ada yang mengelompokkan psikologi ke dalam humanities). Oleh karena itu mereka bisa disebut dengan orientalis atau ahli di dalam ke-Islaman setelah mendapatkan pendidikan di dalam jurusan atau fakultas disiplin-disiplin tersebut dengan mengadakan kajian / penelitian, khususnya untuk penulisan disertasinya, tentang Islam atau masyarakat Islam.
Keempat, menggunakan pendekatan yang dilakukan di dalam department-department, pusat-pusat atau hanya committee, untuk area studies seperti Midate Eastern Studies / near, Eastern Languages and Civilizations dan South Asian Studies atau suatu committes seperti UCLA.
Keunggulan studies Islam dibarat adalah pada aspek metodologi dan juga strategi, yang dimaksud strategi disini adalah tentang bagaimana cara untuk menguasai materi yang begitu banyak dapat dipergunakan seefisien mungkin.

3.      Islam sebagai Kajian Akademik (Islamologi)
Kajian akademik yakni untuk ilmu-ilmu Keislaman disini dimaksudkan dengan “studi kritis” (critical studies) yang menurut ukuran tradisi barat bercirikan “tidak percaya” atau mempertanyakan terhadap kasus atau hasil pemikiran yang dikajinya. Bisa juga untuk menolak atau mengembangkan teori yang dikajinya, atau bisa juga untuk membuat interpretasi ulang. Jadi seseorang yang melakukan kajian tidak hanya sekedar untuk menghafal dan kemudian mengikuti kerja orang lain. Keragu-raguan terhadap hal-hal yang dikaji itu merupakan dasar utama kajian akademik. Maka seseorang yang sedang melakukan kajian harus paham secara diskriptif terlebih dahulu terhadap apa yang akan dikaji.
Selama ini yang terjadi bahwa kalau kita berbicara mengenai studi Islam, hampir selalu merujuk pada sosok ajaran Islam. Persoalannya sekarang adalah bagaimana umat manusia, dan khususnya umat Islam masa kini, memperoleh ilmu ini. Jika kita lihat dengan kritis sosok ajaran Islam sebenarnya juga terlingkupi permasalahan secara akademik. Istilah kajian akademik terhadap ajaran Islam masih dianggap sensitive, apa yang sering dianggap sebagai “doktrin” agama yang berserakan di berbagai jenis ilmu-ilmu Keislaman pada hakikatnya sarat dengan hasil pemikiran (ijtihad) pada pemikir pada waktu yang telah lampau. Oleh Karena itu perlu adanya pemikiran yang dilakukan secara sistematis.
Dalam mempelajari Islam, tujuan utamanya adalah untuk memahami Islam. Suatu contoh di tingkat perguruan tinggi, satu pertanyaan timbul : “Belajar Islam tersebut lewat siapa ?” yakni, lewat guru / ulama’ atau tulisan siapa ? benarkah si guru / ulama’ atau penulis itu tepat di dalam memahami Islam? nah, disinilah letak kajian akademik terhadap Islam yang dilakukan oleh sarjana muslim sendiri : yaitu, kajian akademik terhadap pemikiran ulama’ terdahulu di dalam memahami Islam (ini lebih banyak berupa normative)
4.      Kajian Islam dengan Pendekatan Ilmu Sosial
Ketika pemikiran Islam dikaji dengan meletakkannya pada posisi hasil pemikiran ulama dan dilihatnya secara interdisipliner, maka kajian seperti ini akan memerlukan disiplin lain dari luar (social sciences / humanities). Kajian seperti ini masih dikategorikan pada kajian “ajaran Islam” itu sendiri, bukan kajian disiplin lain. Sekarang bagaimana dengan kajian Islam dengan menggunakan disiplin ilmu-ilmu social ?
Penggunaan disiplin ilmu social untuk mengkaji masyarakat muslim mau tidak mau harus tidak lepas dari kajian Islam itu sendiri dalam konteks sosialnya. Artinya, ajaran dan keyakinan Islam tidak bisa dilepaskan sama sekali dari proses analisisnya. Jika hal seperti ini yang dituntut, maka sering terjadi gap dalam praktek kajian ilmu social pada umumnya yang tidak pernah memperhitungkan ajaran Islam. Gap itu terjadi antara wujud perilaku yang dianalisis yang sedikit atau banyak ada bekas dari ajaran Islam, di satu pihak, dengan analisis sekuler yang sama sekali tidak memperhitungkan pengaruh ajaran tersebut, dilain pihak. Dan dalam kenyataan pula terjadi gap antara pemeluk Islam (terutama sekali yang dilihatnya secara formalitas) dengan sosok ajaran Islam normative yang sering tidak dipraktekkan oleh pemeluknya.
Berbicara mengenai gap antara praktek social dan normative tersebut diatas, sering terjadi anggapan bahwa Islam termasuk secara normative dilihat dari perilaku pemeluknya jadi meraka mendefinisikan Islam dari hasil analisisnya mengkaji masyarakat Islam di timur tengah, yang akan menghasilkan bukan saja Islam identik dengan timur tengah, namun juga akan menghasilkan bahwa Islam itu hanyalah apa yang terwujud dalam permukaan pemeluknya. Dalam keadaan ini berarti tidak ada pemisahan antara ajaran normative yang tidak terdeteksi dengan perilaku masyarakat yang menjadi incaran sasaran analisis mereka.

5.      Islam VS Ilmu Keislaman
Karena Islam bersifat kognitif sedangkan ilmu Keislaman bersifat psikomotorik. Ada orang yang memiliki wawasan luas tentang ilmu Keislaman tetapi tidak menjalankannya. Baginya ilmu Keislaman hanyalah merupakan ilmu yang perlu dikaji bukan sesuatu yang harus diamalkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah para Islamisist atau orang-orang orientalis yang terus-menerus mengkaji tentang ilmu Keislaman, tetapi tidak ada komitmen untuk mempraktikkannya. Sedangkan Islam bukanlah objek kajian melainkan norma, doktrin, disiplin, dan nilai-nilai yang harus diamalkan. Islam itu harus dipelajari dan dikaji terus-menerus. Islam itu tidak perlu dikaji dan didiskusikan secara mendalam. Nah, pandangan inilah yang perlu diluruskan. Mengapa ? Ya, karena “Al-ilmu qab al-‘amal”, bahwa ilmu itu penting untuk kepentingan praktik. Dengan demikian bahwa Islam itu mengandung dua dimensi yang sinergis : Ilmu dan amal. Islam adalah agama yang sempurna, dan perlu untuk di amalkan dan itu disebut dengan ilmu Keislaman. Karena ilmu Keislaman adalah mempelajari segala tentang Islam.


6.      Konsep Ilmu dan Tradisi Islam
Seorang ilmuan muslim yang tergolong awal, yaitu al-syafi’i, mengelompokkan ilmu menjadi dua, pertama ia sebut dengan ilm’ amah (ilmu yang diterima secara umum) dan keuda ilm’ khassah (ilmu yang diteirma secara umum) dan kedua ilm’ amah (ilmu yang menjadi wilayah orang-orang tertentu, yakni ulama). Yang pertama (Ilmu ‘ammah) mempelajari nass dengan tegas dalam Al-Qur’an dan jelas diterima oleh umat Islam yang tergolong kelompok ini adalah kewajiban shalat lima waktu, puasa ramadhan, menunaikan ibadah haji jika mampu, membayar zakat, keharaman berzina, membunuh, mencuri dan minum khamr, dan ini semua tidak ada perbedaan pendapat diantara muslim. Kalau dalam kelompok pertama tidak terjadi perbedaan pendapat, maka untuk yang kedua terbuka ruang untuk terjadinya perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat itu bisa terjadi disebabkan perbedaan analisis atau perbedaan kesimpulan penelitiannya, yang berarti ada kebebasan studi.
Kalau kita cermati, dalam Islam kita mempunyai wahyu Allah berupa Al-Qur’an yang Al-Qur’an ini disebut sebagai Qat’iy al wurud yang artinya bahwa keberadaan Al-Qur’an termasuk teks-nya sudah difinal dengan kata lain teks Al-Qur’an ini tidak ada campur tangan pemikiran dan penelitian manusia. Untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah itu telah terjadi pemikiran bebas oleh ulama. Sebagai akibatnya telah muncul beberapa jenis ilmu yang kemudian disebut sebagai ilmu Keislaman atau ilmu agama Islam. Hal ini meliputi ajaran Islam itu sendiri, yang sering kita terjebak dengan menggunakan istilah doktrin yang sebenarnya itu merupakan sejarah pemikiran ulama untuk memahami wahyu tadi dan jenis-jenis ilmu itulah yang menjadi objek penelitian ilmu-ilmu ke-Islaman.

7.      Rekontruksi
Ketika Nabi Muhammad SAW. Masih hidup, para sahabatnya selalu mendapatkan bimbingan langsung dari Nabi. Wahyu Allah juga turun kebumi sebagai petunjuk yang kita kenal dengan nama Al-Qur’an. Setelah nabi SAW. wafat, sudah menjadi consensus umat Islam bahwa sumber utama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Untuk yang pertama tidak satupun orang yang membantah sedangkan untuk yang kedua ada sedikit orang yang tidak mengakuinya. Dengan alas an bahwa hadist itu hanyalah penjelasan terhadap Al-Qur’an bukan sebagai sumber utama yang berdiri sendiri.
Dalam perjalanan sejarahnya, para pemikir atau ulama telah banyak menghabiskan waktunya untuk memahami nashsh itu dalam waktu yang bersamaan, mereka juga mempelajari sejarah dan keadaan masyarakat yang melingkupi turunnya nashsh tersebut. Di satu sisi, hal ini berkaitan erat dengan nash dan disisi lain, mereka juga menemukan beberapa kasus yang tidak dapat secara langsung dipahami dan dipelajari dari pemahaman nashsh tersebut, namun, kita juga perlu ingat bahwa nash itu sendiri juga mengajarkan penggunaan akal pikiran (kauniyah). Sedangkan penggunaan akal sebagai proses untuk dapat menghasilkan argumentasi dan proses deduktif dan induktif,
Jika dilihat semata-mata dari wujud nashsh, adanya nashs itu terbatas. Sementara itu kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah. Maka dari sisi ini terkadang terjadi kesenjangan kasus. Dalam kebebasan dan kemampuan mengembangkan pemikiran Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman dari berbagai perbedaan pendapat maka muncullah pemahaman dan pemikiran menjadi disiplin ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist dll.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Pengantar Studi Islam (PAI) yang mengkaji Keislaman dengan wilayah telaah materi ajaran agama dan fenomena kehidupan beragama. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kita telah tahu bahwa suatu teori yang kemarin dianggap paling “benar” bisa akan diubah atau ditolak oleh teori baru yang muncul hari ini. Artinya, teori yang didapatkan hari ini dan mungkin akan dianggap paling kuat, tidak mustahil akan ditolak dan diubah hari esok.
Disamping kenyataan seperti ini, kita juga menyaksikan terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ilmuan, baik untuk sains, pengetahuan social, humanities, termasuk agama. Dan ketika mereka para ilmuan menggunakan argumentasi, bisa terjadi argumentasi yang saling berpolemik. Karena itu dari disiplin ini kemudian bermunculan berbagai cabang keilmuan seperti ilmu fiqih, ilmi aqidah, ilmu tafsir, sejarah islam, psikologi islam, antropologi islam, sosiologi islam dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Azizy, Qodri, 2003, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, Surabaya; Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam.

Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2002 Pengantar Studi Islam. Surabaya; IAIN Sunan Ampel Press, Surabaya




SEJARAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM




 




ARTI SEJARAH


Dari sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat diartikan bahwa sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.

 


LATAR BELAKANG SEJARAH BERDIRINYA HMI


Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.

Situasi Dunia Internasional

Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain

Situasi NKRI

Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
•  Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
•  Missi dan Zending agama Kristiani.
•  Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia

Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan

Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.


 

LATAR BELAKANG PEMIKIRAN


Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
 Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”

Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
1.       Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
Ø        Aspek Politik                                  :   Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
Ø        Aspek Pemerintahan                    :   Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
Ø        Aspek Hukum                                :   Hukum berlaku diskriminatif
Ø        Aspek pendidikan                        :   Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
-    Ordonansi guru
-    Ordonansi sekolah liar
Ø        Aspek ekonomi                             :   Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
Ø        Aspek kebudayaan                       :   masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
Ø        Aspek Hubungan keagamaan      :   Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
2.       Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam
3.       Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4.       Munculnya polarisasi politik
5.       Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6.       Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7.       Kemajemukan Bangsa Indonesia
8.       tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan

Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.
 Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
1.       Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2.       Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
 Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
1.       Lafran Pane (Yogya),
2.       Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3.       Dahlan Husein (Palembang),
4.       Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5.       Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6.       Soewali (Jember),
7.       Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8.       Mansyur,
9.       M. Anwar (Malang),
10.    Hasan Basri (Surakarta),
11.    Marwan (Bengkulu),
12.    Zulkarnaen (Bengkulu),
13.    Tayeb Razak (Jakarta),
14.    Toha Mashudi (Malang),
15.    Bidron Hadi (Yogyakarta).
Faktor Pendukung Berdirinya HMI

1.       Posisi dan arti kota Yogyakarta

a.       Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b.       Pusat Gerakan Islam
c.        Kota Universitas/ Kota Pelajar
d.       Pusat Kebudayaan
e.       Terletak di Central of Java

2.       Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa

3.       Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia

4.       Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)

5.       Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).

6.       Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir

7.       Ummat Islam Indonesia mayoritas


Faktor Penghambat Berdirinya HMI

Munculnya reaksi-reaksi dari :
1.       Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
2.       Gerakan Pemuda Islam (GPII)
3.       Pelajar Islam Indonesia (PII)


FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI


1.       Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas
2.       Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

3.       Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \'64-\'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.

4.       Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.

5.       Fase Tantangan (1964 - 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.

Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.

6.       Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.

7.        Fase Pembangunan (1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :
 1)    Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan,
2)     Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
3)     Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.

8.       Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - 1998 )
Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.
Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
9.       Fase Reformasi
Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari  1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.

MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG
                Kritik terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat positif karena dengan demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan kelebihan organisasi. Sehingga kedepan kita mampu memperbaiki dan menentukan sikap dan kebijakan yang sesuai dengan keadaan jaman.
                Dari masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik independensi HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap komunisme, tuntutan Negara Islam, dukungan terhadap rehabilitasi masyumi, penerimaan azas tunggal Pancasila, adaptasi rasionalitas pemikiran, dan lain-lain yang memberikan penilaian kemunduran terhadap HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI ke XX mengemukakan konsep tentang revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana politik etis HMI.  Yakni dengan langkah : Peningkatan visi HMI, intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi.
                Untuk pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai modal untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas  insan cita HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan masa depan bangsa Indonesia sangat komplek. Tetapi justeru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk memperjuangkan cita-cita HMI sampai mencapai tujuan.


PENUTUP

                Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang HMI. Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI tidak hanya cukup dengan mengikuti training formal. Mempelajari dan menghayati HMI harus dilakukan secara terus menerus tanpa batas kapan dan dimanapun. Dengan cara seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secata utuh dan benar.
Yakin usaha sampai bahagia hmi.