Rabu, 24 November 2010

Interaksi Manusia dengan Al-Qur’an



Oleh:  H.A. Abdurrochman, S.Si.,M.T.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

Amma ba’du.
Wa khairul hadiits, kitaabullaah, wa khairul hudaa, hudaa muhammad. Wa syarrul umuur muhdatsaatuhaa. Wa kullu bid’ati dhalalah. Wa kullu dhalalati fii naar.

Faa qalallahu ta ‘ala fiil qur’anil kariim, ‘audzubillahi minasy syaithaan nir rajiim …

Artinya:
                Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran 3:7)

Hadirin rahiimmakumullaah,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat Iman dan Islam, dan atas diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kita umat manusia.
Artinya:
Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (QS. Az-Zumar 39:41)

Karena itu, maka peta hubungan kita dengan al-Qur’an yang diringkas dari beberapa ayat-ayat al-Qur’an, ada 5 hal, yaitu:
1.       Mendengarkan bacaan al-Qur’an.
2.       Membaca al-Qur’an (untuk diri sendiri).
3.       Mengikuti petunjuk di dalamnya.
4.       Menta’ati perintah di dalamnya.
5.       Membacakan al-Qur’an (untuk orang lain).

Sementara itu, Hamam Faizin, seorang mahasiswa pascasarjana IIQ (Institut Ilmu al-Qur’an) Jakarta, dalam tulisan di blog-nya mengutip pendapat Farid Esack (Doktor Tafsir al-Qur’an asal Afrika Selatan) dari buku berjudul The Qur’an: a Short Introduction (2002) dalam memetakan posisi umat manusia terhadap al-Qur’an. Farid Esack membagi manusia yang berinteraksi dengan al-Qur’an dalam dua bagian, yaitu: (1) Muslim dan (2) Non Muslim.


Bagian pertama (Muslim) terbagi dalam 3 kelompok, yaitu:
1.       Uncritical lover atau Ordinary Moslem (Muslim awam), yang secara “buta” menganggap al-Qur’an segala-galanya tanpa pernah mencoba meragukan atau menanyakan tentang al-Qur'an. Contoh pekerjaan mereka, diantaranya:
a.    Dipajangnya beberapa tulisan Al-Qur’an dengan tujuan agar selamat dari ancaman bahaya.
b.    Setiap kali ada orang yang meninggal, ahli warisnya akan memutarkan kaset tartilan Al-Qur’an mulai pagi hari hingga waktu pemakaman.
c.     Meletakkan Al-Qur’an di rak paling atas dibandingkan dengan kitab-kitab lain.
d.    Memperlakukan ayat-ayat al-Quran tertentu sebagai zimat; kekebalan tubuh, penglaris,dsb.
2.       Scholarly lover, yakni sarjana muslim konvensional. Mereka berusaha menjelaskan kepada dunia mengapa al-Qur’an bisa disebut sebagai wahyu dari Tuhan Allah yang membawa kebenaran dan oleh karenanya perlu diterima dan dijadikan sebagai pegangan hidup. Para pecinta ini menjelaskan kehebatan atau I'jaz al-Qur’an secara ilmiah dengan piranti-piranti keilmuan yang sudah mapan, yakni ilmu tafsir (ulum al-Qur’an). Ulama-ulama yang termasuk kelompok ini di antaranya adalah:
a.    Abu al-'Ala al-Maududi dengan Tafhimul Qur'an,
b.    Amin Ahsan Islahi dengan Tadabbur al-Qur'an,
c.     Husain Taba'tabai dengan Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an,
d.    Aishah 'Abdurrahman (Bintu Shati') dengan Al-Tafsir al-Bayan li Qur'an al-Karim,
e.    Abu al-Kasim al-Khu'i dengan Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an
f.     dan masih banyak lagi lainnya.
3.       Critical lover, pecinta yang kritis. Mereka berusaha bertanya tentang sifat-sifat, asal-usul (otentisitas) dan bahasa al-Qur’an. Di antara sarjana muslim yang termasuk kelompok ini adalah Fazlur Rahman, Nasr Hamid Abu Zayd dan Muhammad Arkoun.
Bagian Kedua (Non Muslim) terbagi dalam 3 kelompok juga, yaitu:
1.       The Friend of Lover, kelompok ini berbeda tipis dengan kelompok critical lover yaitu identitas keagamaan, yakni non-muslim. Biasanya kelompok ini dihuni oleh para orientalis yang ‘baik’, di antara mereka adalah:
a.    Kenneth Cragg dengan karyanya The Event of the Qur’an—Islam and its Scripture; Reading in the Qur’an,
b.    Montgomery Watt dengan karyanya Campanion to the Qur’an,
c.     William Graham dengan karyanyaDivine Word and Prophetic World in Early Islam.
2.       Revisionist. Kelompok non-muslim ini acap kali ingin melakukan perubahan-perubahan yang sifatnya merevisi al-Qur’an beserta aspek-aspek inherennya. Dan juga berusaha melemahkan al-Qur’an dengan bukti-bukti akademis. Kasus terbaru yang termasuk dalam kelompok ini adalah ulah Christoph Lexenborg (nama samaran) yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu sebenarnya berasal dari bahasa Aramaik-Syiria. Sebelum dia, juga ada beberapa orientalis yang memiliki kecenderungan yang sama, di antaranya adalah Patricia Crone dan Michael Cook.
3.       Polemicist, yakni non-muslim yang menolak al-Qur’an secara membabi-buta. Model kelompok ketiga ini termasuk bentuk interaksi terhadap al-Qur’an.

Hadirin rahiimmakumullaah,
Semua pemetaan interaksi manusia dengan al-Qur’an di atas rata-rata berkaitan dengan isi kandungan al-Qur’an baik secara tekstual (bahasa/linguistik) ataupun kontekstual (asbabun nuzul). Atau istilah yang dipakai oleh QS. Ali Imran 3:7 adalah ayat-ayat Muhkamaat. Sementara ayat-ayat Mutasyaabihaat jarang sekali dibicarakan, karena  (…tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah …) dan  (…Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." …). Dan mereka itu adalah:  (…Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.)

Orang-orang yang berakal (‘ulul ‘albaab) yang dimaksud adalah:


Artinya:
                (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran 3:191)

Contoh ‘ulul ‘albaab (orang berakal = orang berilmu yang beriman) yang berhasil menafsirkan ayat-ayat mutasyaabihaat adalah:
1.       DR. Mansour Hassab ElNaby, seorang ahli Fisika dari Mesir.
Berdasarkan QS. Yunus 10:5, QS. Al-Anbiyaa 21:33 dan QS. Assajdah 32:5, beliau berhasil menghitung kecepatan cahaya (cahaya = malaikat) yang sebelumnya hanya diketahui melalui pengukuran. Di akhir artikel ilmiah yang mempublikasikan temuannya ini, beliau menulis: “Perhitungan ini membuktikan keakuratan dan konsistensi nilai konstanta c hasil pengukuran selama ini dan juga menunjukkan kebenaran al-Quranul karim sebagai wahyu yang patut dipelajari dengan analisis yang tajam karena penulisnya adalah Sang pencipta alam semesta.”
2.       Arifin Muftie, profesional bidang telekomunikasi lulusan ITB.
Penulis buku berjudul “Matematika Alam Semesta: Kodetifikasi Bilangan Prima dalam al-Qur’an” ini berupaya memperkaya pemahaman al-Qur’an melalui kodetifikasi matematis (nomor surat dan nomor ayat) hingga diperoleh himpunan bilangan prima yang dipercaya banyak ilmuwan sebagai bahasa universal.
3.       Dr. Al-Qadhi, seorang Psikiater di Florida – Amerika.
Tahun 1984, pada Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara, beliau menyampaikan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa mendengarkan bacaan (murattal) al-Qur’an berpengaruh 97% dalam meningkatkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit pada semua Muslim baik yang berbahasa Arab ataupun tidak. Kesimpulan ini diambil berdasarkan data rekaman tekanan darah, detak jantung, serta tahanan listrik otot dan kulit dari para naracoba.
4.       Muhammad Salim, seorang peneliti Universitas Boston – Amerika.
Hasil penelitiannya: responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Responden/naracoba yang diikutsertakan adalah orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab.
5.       Dr. Nurhayati, dokter di Malaysia.
Pada Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam tahun 1997 di Malaysia, beliau menyampaikan hasil penelitiannya. Yaitu, bayi berusia 48 jam yang diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.

Hadirin rahimakumullah,
Masih banyak para peneliti (‘ulul ‘albaab) yang berhasil menjelaskan/menafsirkan ayat-ayat mutasyaabihaat. Semoga paparan singkat ini memberikan pencerahan mengenai Kemahaluasan ilmu dan informasi yang ada di dalam al-Qur’an. Sehingga kita selalu berfikiran terbuka dan waspada terhadap berbagai temuan yang berkaitan dengan al-Qur’an. Dan jadikanlah itu sebagai modal penambah keimanan kita kepada Allah SWT.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
Rabbi jidni ilma, warzukni fahma, wa ‘amalan shalihan,
Yaa muqalibal qulub, tsabit qalbii ‘ala diini          3X
Rabbana aatina fi dunya hasanah, wa fil ‘akhirati hasnah, wa qinaa adzabannaar,
wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar